Medan - Harian Swara Jiwa - Menggemparkan informasi terbaru yang didapat sejumlah awak media. Pasalnya, PT Jui Shin Indonesia, Chang Jui Fang sebagai Direktur Utama, ternyata sejak tahun 2023 diduga sudah ditetapkan Dirjen Pajak melalui Direktorat Penegakan Hukum berstatus tersangka dalam perkara tindak pidana di bidang perpajakan.
Max Donald (Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi/Gebrak) mengapresiasi Dirjen Pajak Direktorat Penegakan Hukum juga terhadap informasi ini bila benar.
" Kita akan segera menggali lebih dalam terkait informasi status tersangka korporasi PT Jui Shin Indonesia yang beralamat di KIM 2 Medan itu, sudah sampai dimana kelanjutan tindakan yang diambil Dirjen Pajak RI sampai saat ini," ujar Max di kantornya ,Minggu (14/7).
Tak kalah penting, pimpinan aparat penegak hukum (Polri, Kejaksaan dan KPK) baik di wilayah Sumut maupun di pusat, semakin lebar celahnya untuk mengusut dugaan kerugian pendapatan Negara dilakukan perusahaan tersebut.
"APH bisa menjadikan informasi dari media terkait status tersangka korporasi tersebut untuk mengejar dugaan merugikan Negara yang selama ini dialamatkan kepada perusahaan tersebut," tegas Max
Sejak merebaknya informasi PT Jui Shin Indonesia dalam kasus dugaan pencurian bahan tambang (pasir kuarsa) dan pengerusakan lahan, sebagai korban pelapor (Sunani), mengadu di Polda Sumut pada Januari 2024 lalu, didampingi Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Mediator.
Kemudian berlanjut lagi laporan terhadap PT Jui Shin Indonesia ke Kejati Sumut, Kejagung dan KPK terkait dugaan kerusakan lingkungan hidup sehingga merugikan Negara, anak Sunani bernama Adrian Sunjaya yang melaporkan, tetap didampingi Dr Darmawan Yusuf lulusan Hukum USU dengan predikat cumlaude.
Sejumlah wartawan yang konsisten membuat pemberitaan lalu ditayangkan medianya, diduga ditarget oknum-oknum tertentu untuk dihentikan langkahnya dengan menghalang-halangi tugas jurnalistiknya, cara trik-trik licik dan jahat pun bisa dirasakan para wartawan hingga kini.
Disinggung soal adanya kesan memaksa agar wartawan bertemu dengan pihaknya secara langsung bila ingin mendapatkan jawaban konfirmasi?
"Konfirmasi tidak harus dilakukan dengan cara tertentu, hal itu dapat ditemukan dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Pengujian informasi (termasuk konfirmasi) bisa dilakukan dengan berbagai cara, baik melalui wawancara langsung, telepon, email, maupun media komunikasi lainnya, apalagi zaman sekarang ini tugas wartawan semakin kompleks, dan bertemu akan memakan waktu lebih lama," jelasnya. Bila kita sebagai wartawan merasa dihalangi menjalankan tugas, laporkan saja ke pihak berwajib, tambahnya.
Sebelumnya, dalam penyidikan oleh Ditreskrimum Polda Sumut, dua unit alat berat ekskavator milik PT Jui Shin Indonesia telah disita, terkait laporan Sunani.
Kemudian, terhadap Direktur Utama PT Jui Shin Indonesia yang sekaligus Komisaris Utama PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI), Chang Jui Fang telah diterbitkan surat jemput paksa karena selalu mangkir dua kali panggilan dengan surat, meski sampai detik ini belum berhasil
membawa Chang Jui Fang.
Karena Chang Jui Fang selalu diam ketika dikonfirmasi ratusan kali melalui selulernya (0811 1839 ###), bahkan selalu memblokir nomor konfirmasi wartawan, sejumlah wartawan pun berusaha mendatangi langsung ke kediamannya di Jalan Walet 4, Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara.
Ternyata sampai disana, didapat lagi informasi, Chang Jui Fang (56), diduga tidak berada Indonesia, disebut -sebut ke Negara Tiongkok karena takut memenuhi panggilan Penyidik Polda Sumut.
Sementara orang terdekat bernama Haposan atas permintaan Chang Jui Fang menjawab pimpinan memang sedang ada business trip ke luar negeri , kira kira apa yg ingin di tanyakan atau sampaikan.
Sementara itu pihak Kementrian ESDM RI melalui Koodinator Inspektur Tambang Provinsi Sumut, Suroyo menjelaskan kepada wartawan, bahwa aktivitas pertambangan di Desa Gambus Laut, Kecamatan Limapuluh Pesisir, Kabupaten Batubara dilakukan di luar wilayah usaha izin pertambangan/di luar koordinat.
Hal ini juga sudah dijelaskan Inspektur Tambang Sumut saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli atas permintaan Polda Sumut.
Pihak Inspektur Tambang Sumut sudah pula mengeluarkan surat teguran akibat pertambangan (PT BUMI, Chang Jui Fang Komisaris Utama/Pemilik) sesuai dengan UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, tidak melaksanakan reklamasi pasca tambang, izin IUP atau IUPK bisa dicabut dan bisa diancam dengan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 100 milyar.
Sekedar mengingatkan, PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI merupakan dua perusahaan milik Chang Jui Fang (56) yang dilaporkan Sunani ke Polda Sumut.
PT Jui Shin Indonesia bekerja sama dengan PT BUMI. Dimana PT BUMI melakukan pekerjaan memenuhi kebutuhan bahan tambang seperti pasir kuarsa, melakukan pertambangan di Kabupaten Batubara Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir.
Selain di Kabupaten Batubara, (Desa Gambus Laut, Desa Suka Ramai) ada juga di Kabupaten Asahan, pertambangan tanah kaolin di Desa Bandar Pulau Pekan, yang mana hasil tambangnya dijual ke PT Jui Shin Indonesia juga.
Pertambangan di kedua kabupaten wilayah Provinsi Sumut tersebut, ironinya diduga sama sekali tidak dilakukan reklamasi dan kegiatan pasca tambang meski beberapa lokasi sudah ditinggalkan dan tak ada aktivitas tambang lagi.
Sesuai fakta diungkapkan saksi ahli Inspektur Tambang Kementerian ESDM, pertambangan PT BUMI di Kabupaten Batubara di luar kordinat, sehingga pajaknya diduga kuat tidak masuk ke pendapatan Negara, apalagi korporasi tersebut diduga juga tidak melaporkan transaksi atau hasil penjualan yang sebenarnya kepada pihak perpajakan.
Kepada Dirreskrimsus Polda Sumut Kombes Pol Andry Setyawan berulang kali dikonfirmasi, sepertinya jawaban konfirmasi didapat wartawan hanya sampai sedang memeriksa saksi-saksi untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran hukum. Setelah itu Kombes Andry berubah mengalihkan kepada Kabid Humas.
Kejati Sumut sendiri , terakhir mengatakan mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mengungkap kasus tersebut dari sisi dugaan kerugian keuangan negara, yang mana atas laporan dibuat masyarakat atas nama Adrian Sunjaya.
"Kementerian ESDM sudah memastikan adanya pertambangan di luar koordinat dilakukan perusahaan tersebut, apa lagi yang ditunggu Ditreskrimsus Polda Sumut atau Kejati Sumut, yang namanya di luar izin tentunya diduga tidak bayar pajaknya ke Negara, berarti diduga kuat ada kerugian Nagara.
" Jangan-jangan keduanya sudah masuk angin?. Kejar juga laporan penjualan perusahaan itu yang diduga tidak memberikan laporan pajak yang sebenarnya," tutup Max Donald. (ndo)
0 komentar:
Posting Komentar